BRANDED BRAND'S SECRETS
0Monday, March 31, 2014 by zidniezou
Ditulisnya artikel ini
diawali dari ketertarikan saya tentang Brand Value. Ya, saya mulai
mempelajari Brand Management beberapa waktu ini, hasil dari pengalaman
kerja praktek. Sebenarnya, saya melaksanakan kerja praktek/ magang di Bank
Indonesia di Tim Pengawasan Kualitas dan Kebijakan Pengamanan Sistem Informasi
(PKKPSI), Group Strategi dan Pengembangan Sistem Informasi, Direktorat
Pengembangan Sistem Informasi Bank Indonesia (BI) haha panjang banget ya
namanya walaupun ternyata di tempat KP saya ini saya sama sekali gak belajar
tentang Brand Management. Jadi, awal saya tertarik dengan Brand
Management adalah ketika pergi makan siang dan jalan-jalan di Plaza
Indonesia (PI), shopping center yang berada ga jauh dari Kantor BI di
Jalan MH. Thamrin Jakpus. Kebetulan ada shuttle bus yang disediakan oleh
pihak Mall Plaza Indonesia untuk karyawan BI. Singkat cerita, shuttle bus
berhenti di parkir PI bagian depan (seberang Pullman Hotel) sehingga kita
langsung disambut oleh logo Louis Vuitton (LV) yang sensasional itu, yaitu
perusahaan produk mewah yang menjual barang-barang fashion lifestyle
untuk masyarakat kelas wahid.
Penampakan Concept
Store dari Louis Vuitton di Plaza Indonesia
Akhirnya, saya pun
masuk ke gerai LV tersebut bersama teman. Ini adalah hal yang membuat saya
tercengang ketika melihat price tag sebuah sling bag dari kulit
sapi seharga 18 juta rupiah. Hal yang pertama kali saya pikirkan adalah bahwa
saya bisa membeli satu ekor sapi yang lumayan besar dengan uang 18 juta rupiah
tersebut, bahkan bisa membeli 2 ekor sapi berukuran sedang. Kaki saya terasa
lemas sekali sehingga ingin cepat-cepat keluar dari gerai LV itu karena merasa
gak sanggup dan gak PD juga masuk ke gerai yang kita gak mungkin bisa beli
minimal produk paling murahnya hoho. Awalnya saya tertarik masuk ke gerai LV
asli karena sering melihat semacam tas tersebut di ITC. Sebagai pendatang baru
di Jakarta (walaupun niatnya kuliah) saya selalu diajak belanja sama Ibu saya
ke ITC. Inilah hal yang membuat saya sadar mengapa ada yang namanya
barang ori, premium, mirror/ replika, KW/ palsu, dan lain-lain.
Toko Penjual Barang
Branded Replika di ITC
Dengan fasilitas
internet gratis di tempat KP, kadang-kadang saya nyuri waktu buat tahu lebih
detail tentang merek-merek mewah itu. Mulai dari Louis Vuitton, Gucci, Prada,
Channel, Valentino, Versace, Armani, Ferragamo, Burberry dan juga merek-merek high
street fashion yang lebih terjangkau lagi seperti Zara, Mango, Top Sop,
H&M, NEXT, dan lain-lain. Dari sinilah saya belajar mengenai Luxury
Retail and Apparel Industries ini dan tertarik dengan Brand Management
karena produk-produk tersebut mempunyai Brand Value yang WOW.
Dalam Top 100 Brand Report 2013 dari BrandZ, berikut adalah
peringkat merk berdasarkan Brand Value-nya: Louis Vuitton #29, Zara #35
, Hermes #40, Nike #56, Gucci #68, H&M #69, dan Prada #95 yang masuk
kedalam Top 100 Brand Value dari semua kategori industri di dunia.
Bahkan perusahaan otomotif VW (Volkswagen) hanya menduduki peringkat
#100. Top 3 Brand Value diduduki oleh industri teknologi yaitu Apple #1,
Google #2, dan IBM #3. Setiap lembaga survey seperti BrandZ memang mempunyai
kriteria penilaian yang berbeda-beda dalam pemeringkatan Brand Value ini,
namun hasilnya kira-kira tidak jauh satu sama lain.
Top 10 Luxury*
Brand Value
Top 10 Apparel*
Brand Value
*Kategori Luxury
termasuk brand yang mendesain, membuat, dan memasarkan high-end clothing,
leather goods, aksesoris, dan jam tangan
*Kategori Apparel terdiri
dari brand fashion dan sportswear baik pria maupun wanita yang dipasarkan
secara masal (mass-market) tetapi selain dari kategori barang mewah
Ada beberapa perusahaan
terbesar dalam industri barang mewah ini yaitu LVMH/ Louis Vuitton Moet
Hennessy 1987 (Pemilik: Bernald Arnault), PPR/ Pinault Printemps Redoute atau
Kering Groups 1963 (Pemilik: Henri Pinault), dan Richemont 1988 (Pemilik:
Johann Rupert). LVMH menguasai merek seperti Christian Dior, Fendi, Donna
Karan, TAG HEUER, Louis Vuitton, Michael Kors, Celine, Loewe, dan beberapa
produk champagne dan jam tangan lainnya. PPR atau sekarang berubah nama
menjadi Kering Group memiliki produk andalan Gucci, YSL/ Yves Saint Laurent,
Alexander McQueen, Stella McCartney, Bottega Venetta, dll. Sedangkan Richemont
terkenal dengan produk Montblanc, Ralph Lauren, Cartier, Dunhill, Chloe, dll.
Selain holding company tersebut, ada juga perusahaan tunggal seperti Prada,
Hermes, Burberry, Chanel, dll. Barang yang dijual juga beragam dari tas,
aksesoris, sepatu, pakaian adibusana/ couture, pakaian ready-to-wear,
jam tangan, furniture, parfum, dan masih banyak lagi.
Nah, setelah beberapa
bulan belajar mengenai brand management dan Luxury Retail Industries
ini, saya sedikit bisa menarik kesimpulan mengenai rahasia mereka bisa menjual
produk fashion dengan harga selangit:
- Brand History
Hampir semua brand
high fashion mempunyai sejarah mengenai brand-nya. Hampir semua merek mewah
yang ada di dunia mempunyai perjalanan panjang untuk kesuksesan mereknya
sehingga menjadi terkenal dan eksklusif. Beberapa merek bahkan usianya sudah
lebih dari seabad. Setiap brand berusaha menemukan sejarah merek dan merekrut
desainer yang tepat untuk menemukannya. Dengan memiliki brand history,
semua merek akan diketahui DNA-nya yang menjadi acuan dan konsep dalam
mendesain semua produknya.
Coco Chanel, pendiri
brand Chanel
- Brand Signature
Brand signature atau ciri khas merek menciptakan brand recognition yang bagus. Brand
recognition bisa berasal dari logo, bentuk, maupun desain produk. Misalnya
adalah bentuk tas Birkin dari Hermes dan tas Boston Celine yang khas, gambar
monogram dari Louis Vuitton yang sensasional, serta logo Chanel yang unik.
Brand Signature dari
beberapa merek mewah
- Target Market
Ini adalah alasan utama
mengapa barang-barang branded ini berharga mahal. Ya, target pasar mereka
adalah orang-orang super kaya. Mereka akan berusaha menciptakan produk
eksklusif yang disukai kaum jetset. Bagi kita orang biasa, melihat harga barang
mewah ini seperti tidak lazim, namun perusahaan ini pasti sudah melakukan riset
pasar orang kaya mengenai selera dan shopping behavior. Selain itu dalam
stratifikasi sosial, masyarakat kelas atas yang menempati segitiga puncak
pastinya berjumlah lebih sedikit dibandingkan masyarakat kelas menegah dan
bawah.
- Menciptakan Trend dan Eksklusivitas
Desain unik dari
berbagai branded brand
Banyak merek terkenal
yang menciptakan trend sendiri yang tidak mengikuti trend atau berdasarkan
riset pasar. Tahukah anda dengan desain hulahoop bag dan perfume bag
dari Chanel? Atau tas Gucci Bamboo dari handle yang terbuat dari bambu? Ini
adalah kunci utama dalam menciptakan eksklusivitas yaitu BE DIFFERENT
namun tetap berpegang pada ciri khas mereknya. Beberapa merek dengan harga yang
lebih terjangkau seperti Zara, Mango, atau H&M sebenarnya sangat laku
karena mengeluarkan produk dengan desain tiruan seperti branded brand
dengan harga yang lebih murah dan waktu peluncuran yang lebih awal. Beberapa
brand mewah memang menggelar fashion show tetapi produk tersebut baru
tersedia di toko dalam beberapa bulan kemudian. Ini salah satu alasan utama high
street fashion seperti Zara, Mango, dan H&M yang membuatnya terkenal:
murah, desain/ trend yang hampir sama dengan luxury retail, dan fast
distribution.
Salah satu hal yang membuat Tas Birkin dari Hermes menjadi sangat digilai para wanita adalah eksklusivitasnya. Ya, kita bisa saja perlu menunggu waktu (waiting list) hingga 6 bulan sampai 1 tahun untuk bisa mempunyai Hermes Birkin. Banyak merek lain juga yang menggunakan strategi eksklusivitas produk sebagai cara menarik konsumen supaya tidak perlu berpikir dalam membeli produknya. Eksklusivitas ini selain digunakan sebagai strategi marketing, juga dikarenakan proses produksi yang lama misalnya saja Jam Tangan Grandmaster Chime 5175 dari Patek Philippe yang dijual seharga US$ 2,6 juta atau sekitar Rp 33,8 Milyar (Kurs US$ 1 = Rp 13.000). Ini adalah salah satu jam tangan termahal di dunia yang terbuat dari emas 18 karat dan dihiasi dengan batu safir. Proses pengembangannya pun membutuhkan waktu 7 tahun dan proses produksinya membutuhkan waktu hingga 2 tahun. Jam tangan Patek Phillipe Grandmaster Chime ini juga hanya diproduksi 7 buah saja di dunia, dan hanya 6 buah saja yang dijual karena 1 buah untuk disimpan perusahaan.
Patek Philippe
Grandmaster Chime 5175
- Incredible Marketing
Perusahaan-perusahaan
branded ini tidak berbelit untuk mengeluarkan banyak uang untuk membayar model
atau brand ambassador/ campaign. Misalnya kampanye Dior dengan aktris
Hollywood yaitu Jennifer Lawrence untuk kampanye 3 musim mendatang ini kabarnya
pihak Dior membayar US$ 20 juta atau sekitar Rp 220 miliar. Selain itu,
beberapa merek mewah ini melakukan endorsement dengan sejumlah public
figure yang menjadi trendsetter dalam dunia fashion seperti Madonna,
Beyonce, Sarah Jessica Parker, Rihanna, Katy Perry, dll. Dengan melakukan endorsement
bisa dikatakan pihak perusahaan memberikan hadiah/ produk gratis kepada public
figure ini. Bahkan, beberapa bintang seperti Katy Perry juga dibayar dengan
sejumlah uang untuk memakai Dolce&Gabbana dalam red carpet atau keseharian.
Mengundang selebritis terkenal dan tokoh fashion yang penting (editor majalah,
fashion blogger, pengusaha retail, dll) dalam acara fashion show mereka juga
pastinya tidak gratis. Semakin banyak orang terkenal dan orang penting yang
hadir dalam fashion show, semakin terkenal dan penting juga merek tersebut.
Jennifer Lawrence
(J-Law) untuk Kampanye Dior
Beberapa penampilan
Katy Perry dengan dress Dolce&Gabbana
Selain biaya marketing
diatas, perusahaan juga mengeluarkan banyak uang untuk mendesain concept
store dan juga penyelenggaraan fashion show dari biaya model peraga,
make up and hair stylist, penyewaan gedung, dekorasi sesuai konsep
fashion show, kru, dan lain lain. Penyelenggaraan dan tema fashion show
yang unik akan memberikan value/ image yang bagus untuk brand. Selain
itu, concept store yang didesain menarik tentunya akan menarik
pengunjung untuk masuk ke toko serta menciptakan shopping experience
yang mewah. Perlu disadari juga bahwa merek-merek mewah ini pastinya membuka
tokonya di kawasan perbelanjaan yang elite misalnya sekelas Plaza Indonesia,
Pacific Place, dan Senayan City untuk Indonesia maupun di Orchard Road untuk
Singapura. Harga sewa untuk tempat concept store mereka pastinya mahal.
Fashion Show Louis Vuitton (atas) dan Chanel (bawah)
Concept Store Louis Vuitton bagian depan (atas) dan bagian dalam (bawah)
- Beyond Quality: Desain, Material, Pekerja, dan Proses Produksi
Seperti yang dikatakan
diatas bahwa perusahaan perlu merekrut creative designer untuk bisa
membuat desain yang menarik sesuai dengan sejarah merek. Beberapa tahun lalu
tepatnya pada 2011, Marc Jacobs yang merupakan Creative Director dari
Louis Vuitton meminta gaji US$ 10 juta atau lebih dari Rp 100 miliar setahun
untuk merancang 22 koleksi couture dari Dior yang baru saja ditinggalkan
desainernya, John Galliano. Memang angka ini cukup fantastis mengingat 22
koleksi dalam setahun merupakan angka kecil namun memang butuh kreativitas yang
besar.
Kemudian, proses
produksi dari merek mewah ini menggunakan bahan material kelas 1 yang tentunya
sangat mahal dari bahan material pada umumnya dengan menggunakan logam mulia
murni, Kristal Swarovski, dan batu mulia langka disertai dengan para pekerja/
craftman yang handal sehingga nilai investasi untuk modal tersebut juga tinggi.
Selain itu, untuk menciptakan diferensiasi dengan merek lain, mereka
menggunakan alat khusus yang dijalankan secara manual (handmade) jadi
prosesnya benar-benar terkontrol sehingga kapasitas produksinya sedikit. Video
ini menunjukan proses pembuatan koleksi dari brand Dior yang membuat saya
seperti ingin melakukan standing ovation setelah menontonnya: CHECK IT
OUT!
Video Making of
Christian Dior Haute Couture Spring/ Summer 2011 atau lihat disini
Proses produksi dengan handmade
memungkinkan ketelitian desain setiap produk. Walaupun begitu, pengawasan
kualitas produknya dilakukan dengan ketat karena tidak menutup kemungkinan
adanya human error dalam kecacatan produk karena dibuat secara handmade.
Perlu anda tahu bahwa produk Louis Vuitton yang cacat akan berakhir di mesin
penghancur walaupun hanya memiliki sedikit cacat tanpa adanya pemrosesan ulang
pada bagian yang cacat. Hal ini merupakan bukti keseriusan perusahaan barang
mewah ini tentang kualitas.
Berbicara mengenai
barang mewah, mungkin salah satu ikon artis Indonesia yang langsung terbayang
di benak kita adalah Syahrini. Ya, Syahrini selalu bergaya dari head-to-toe
dengan menggunakan barang branded. Merek favorit Syahrini adalah Hermes,
Chanel, Miu Miu, Kenzo, Bottega Veneta, Christian Louboutin, dan masih banyak
lagi. Syahrini memang menimbulkan sesnsasi yang cukup kontraversial dari banyak
kalangan masyarakat Indonesia dengan gaya hidup mewahnya itu. Menurut saya,
kontraversial ini ditimbulkan karena gaya Syahrini yang kurang umum dengan
kondisi masyarakat di Indonesia yang sebagian besar adalah masyarakat menengah
ke bawah serta berkembangnya media yang membuat seluruh Indonesia mengetahui
tentang gaya hidup Syahrini. Namun dengan kontraversialnya ini dan banyak
haters, saya pribadi sangat takjub dengan kekuatan hati Syahrini yang mendapat
banyak cibiran. Ya, sebetulnya gaya serba mewah Syahrini adalah hak dia sebagai
penyanyi dengan penghasilan yang sangat tinggi. Ingat, setiap produk dari
barang murah hingga barang mahal sudah mempunyai target pembelinya
sendiri-sendiri. Misalnya saja dalam hal kecil seperti membeli daging ayam.
Orang yang kurang mampu mungkin hanya bisa membeli daging ayam negeri, orang
yang cukup mampu pastinya lebih memilih ayam kampung, sedangkan orang yang
lebih mampu inginnya membeli ayam organik atau bahkan ayam kalkun. Gak ada yang
salah, yang salah tuh kalau kita MAKSA, gak mampu beli tapi tetep beli barang
branded yang mahal.
Kalau saya punya banyak
uang mungkin akan menggunakan uang tersebut untuk investasi misalnya membuat
perusahaan sendiri dengan nama merek pribadi untuk mencoba membuat merek dari
Indonesia yang semoga bisa dikenal secara global. Saya agak kurang setuju
ketika ada yang mengatakan bahwa membeli barang branded adalah sebuah
investasi. Ya, mungkin sedikit ada benarnya, namun investasi itu sendiri adalah
ketika mengeluarkan banyak uang maka uang itu akan mengalir seterusnya tanpa
menghilangkan nilai awal dari sejumlah uang yang dikeluarkan, bahkan nilai awal
itu akan terus naik. Kemudian, barang tas branded termasuk barang yang tingkat
likuiditasnya rendah, sangat sulit dijual kembali karena terkadang barang
branded selalu mengikuti perkembangan trend jadi kemungkinan trend
tersebut akan booming lagi adalah tidak pasti. Menurut saya, mungkin
lebih tepat jika dikatakan barang branded sebagai suatu aset, bukan sebuah
investasi.
Sebagai penutup, saya
melihat barang mewah ini adalah sebuah seni karena yang membuat barang ini
mahal adalah kreativitasnya. Selain itu saya juga sangat menyukai business
process mereka. Seorang fashionista itu tidak jauh berbeda dengan
kolektor barang. Seni yang unik dan tidak biasa disertai dengan brand value dan
quality assurance yang bagus akan menciptakan nilai yang luar biasa.
Saya sangat tertarik sekali dengan brand management sehingga dengan
mempelajari industri barang mewah ini memberikan inspirasi dan wawasan, sebuah
kombinasi dari creative designer, incredible marketing, reliable craftsman,
dan beyond quality material and process yang menciptakan luxury
goods.
Category Lectures, Motivation, Thought
Powered by Blogger.