GREAT FATHER
0Saturday, July 12, 2014 by zidniezou
Selalu update tentang
berita Luxury Industry alias penjual
merk branded seperti Hermes, Louis Vuitton, Chanel, dan kroni-kroninya tentunya
bikin saya update juga merk fashion lokal yang branded dari desainer tanah air
semacam Sebastian Gunawan, Barli Asmara, Mel Ahyar, Billy Tjong, Didit
Hediprasetyo, serta desainer lokal lainnya. Apalagi, waktu lagi jaman Pilpres
yang menyajikan duel maut Jokowi vs Prabowo, pagelaran Paris Fashion Week juga sedang berlangsung dimana para desainer
dunia memamerkan koleksi Fall/ Winter
Couture mereka.
Saya tahu Didit
Hediprasetyo adalah desainer tanah air yang sudah memeragakan koleksinya di Paris Fashion Week sejak beberapa tahun
lalu tepatnya 2011, jauh mendahului Tex Saverio yaitu desainer Indonesia yang
lagi dielu-elukan karena karyanya dipakai oleh penyanyi sekelas Lady Gaga. Yang
pasti fashion show yang mereka berdua
adakan menggunakan tema yang masih terbilang sederhana, gak mewah sekelas Louis
Vuitton atau Chanel. Saya bisa menebak kalau Didit Hediprasetyo adaah anak
orang kaya soalnya biaya fashion show
di Paris itu pasti muahal buanget pake lebay nulisnya. Dari biaya sewa venue fashion show, bayar model catwalk,
hingga shipping koleksi baju yang gak
mungkin dikemas sembarangan. Melihat debut fashion
show Tex Saverio di Paris Fashion
Week saja saya agak kaget soalnya venue fashion show-nya terlihat seperti
gudang. Maaf bukannya menghina tapi memang begitu sempit, remang-remang, dan
dengan pengunjung yang sedikit. Tapi ya emang saya gak mungkin bisa
membandingkan venue Tex Saverio dengan desainer kenamaan seperti Mary Katrantzou,
Victoria Beckham, Badgley Mischka, dll yang sudah mendunia dan banyak uang.
Lagi hangat-hangatnya
Kampanye Pilpres, saya selalu update berita dengan detikcom. Sambil membaca
berita hangat dengan makan tahu aci hangat haha, saya baca berita diatas dan
baru tahu kalau ternyata Didit Hediprasetyo itu putra tunggalnya Pak Prabowo
Subianto. WHAT? Sumpah saya kira putra tunggalnya Pak Prabowo itu adalah
politikus Gerindra, minimal ketua TIDAR, ato gak ya seorang eksekutif muda yang
megang jabatan penting di perusahaan Pak Prabowo. Aryo Djojohadikusumo saja
yang merupakan keponakan Pak Prabowo pernah menjadi Ketua TIDAR dan menjabat
komisaris dan direktur perusahaan keluarga. Mungkin kalau namanya Didit
Soeharto ato Didit Subianto ato mungkin Didit Djojohadikusumo sih langsung
ketebak ya dia keturunan siapa. Maklum selama ini saya seneng sama Luxury Industry ato barang branded dari
desainer cuma sebatas tertarik bisnisnya, how
is their brand management, bagaimana produk mereka bisa eksklusif dan mahal. Produknya pun saya gak tertarik membelinya karena
harganya selangit. Saya gak tahu sama sekali tentang kehidupan pribadi
desainernya.
Saya tentunya takjub
sekali ya dengan hal ini, seorang putra mantan pangkostrad sekelas Pak Prabowo
Subianto punya putra tunggal yang ternyata adalah seorang desainer. Perbedaan profesi
antar panglima TNI dengan desainer itu jauh sekali dan bertolak belakang,
antara persepsi seorang panglima TNI yang tegas dan seorang desiner pria yang
feminim. Saya yang baru lulus kuliah tapi punya cita-cita yang berbeda dengan
harapan orang tua tentunya melihat Pak Prabowo sebagai Great Father ya. Sosok Ayah yang sangat kaya raya dengan jabatan
terhormat yang pernah beliau sandang tapi mendukung cita-cita anaknya menjadi
seorang desiner dan tidak menghiraukan apa kata orang lain tentang hal ini. He let his son doing what’s he supposed to
be. Saya gak bilang kalau orang tua saya buruk karena tidak mendukung
cita-cita saya, mungkin saya hanya perlu meyakinkan mereka dengan usaha yang
lebih banyak lagi walaupun cita-cita saya sebenarnya lebih baik untuk kedua
orang tua saya dibandingkan harapan orang tua saya seperti orang tua lain di
Indonesia yang terlalu umum (lulus kuliah – kerja di perusahaan – naik jabatan –
dst) dan kadang terlalu berpikiran sempit.
Ini hanya sebuah
inspirasi yang saya dapat dari seorang Great
Father yang ingin saya utarakan di posting ini. Sekalian mengungkapkan isi
hati karena sering berselisih pendapat dengan orang tua karena berbeda
pandangan mengenai cita-cita saya. Terlepas dari apakah saya mendukung Pak Jokowi
atau Pak Prabowo dalam Pilpres 2014, saya pastinya akan bangga sekali jika Ayah
saya seperti bagaimana sosok Pak Prabowo kepada anaknya. Selalu mendukung
keputusan anaknya bukan berarti seorang ayah harus memanjakannya. It’s different between spoiling the children
and supporting the children. Tiap orang punya caranya masing-masing untuk
mengabdi kepada negara. Misalnya Pak Prabowo yang pernah menjadi panglima TNI
untuk menjaga kedaulatan negara, serta putranya Didit Hediprasetyo yang menjadi
desainer internasional untuk membawa nama bangsa di kancah internasional. Apapun
cita-citanya, selagi cita-cita itu positif dan didukung dengan baik oleh orang
tua serta orang tua percaya dan yakin bahwa anak akan berhasil, disertai skill
yang anak punya maka cita-cita itu akan menemukan jalan dan berkah. Restu Tuhan
memang bergantung pada restu orang tua. Terkadang orang ragu dengan
cita-citanya karena merasa orang tua tidak merestui sehingga takdir Tuhan akan
berkata demikian juga. Tetapi ada yang lebih penting dalam mencapai cita-cita,
yaitu keyakinan diri. Yakinkan diri sendiri dulu, perlu ditekankan juga kamu
punya skill/ kemampuan, passion, dan juga usaha yang keras . Kemudian yakinkan
Tuhan bahwa kamu akan bertanggung jawab terhadap cita-citamu nanti, dekati
Tuhan, sehingga jika suatu hari memberikan hasil maka hal ini bisa menjadi
langkah awal untuk meyakinkan orang tuamu.
Yap, orangtua itu
memang seorang sahabat sekaligus seorang musuh bagi anaknya. Mereka akan selalu
ada untuk anaknya seperti sahabat, dan juga terkadang menentang anaknya karena
perbedaan pendapat. Terkadang orangtua terlalu memaksakan keinginan mereka
kepada anaknya, bukannya anak yang menginginkannya sendiri. Mungkin mereka berpikir itu yang terbaik untuk anaknya, padahal yang menjalani adalah anaknya sendiri. Bolehlah orang tua memberi yang terbaik, asalkan sesuai keinginan anaknya. Kalau orangtua berharap anaknya bisa menjadi seseorang yang membanggakan untuknya, maka orangtua juga harus menjadi sosok yang membanggakan bagi anaknya. Menjadi orangtua yang membanggakan itu tidak harus berprestasi tapi cukup memberikan teladan yang baik. We can't just receive without giving. Masalah utama bangsa Indonesia adalah mental
rakyatnya, mental individunya. Begitu yang dikatakan juga oleh Pak Jokowi yang
mencetuskan gerakan Revolusi Mental. Sebenarnya revolusi mental ini bukan
tanggung jawab presiden, namun tanggung jawab orang tua dalam keluarga sebagai lingkungan
awal perkembangan anak. Keluarga yang mendampingi anak ketika mereka mulai
mengenal lingkungan sekitar. Dalam psikologi anak, seorang anak akan mempunyai
kebiasaan yang hampir sama dengan kebiasaan orang tuanya. Jadi ketika seorang
anak berperilaku buruk, jangan memarahinya. Pertama, lihat dulu barangkali anak
tersebut meniru tingkah laku anda sebagai orang tuanya sendiri. Terkadang
orangtua kurang menyadari kalau sebenarnya mereka berperilaku buruk yang
mendorong anak melakukannya juga. Dari situ, ubah perilaku buruk anda. Anak
yang masih kecil dan belum akil baligh masih perlu dibimbing. Bahkan keburukan
seorang anak tidak akan mendapat dosa dan hukuman dari Tuhan karena anak belum
bisa berpikir nalar dan dewasa. Orangtua, terutama ayah terkadang belum paham
benar apa arti dari TEGAS. Ya, modal utama seorang pemimpin rumah tangga adalah
ketegasan. Tegas itu menurut saya bukan menjadi keras dan membuat orang takut. Ketakutan
justru bisa menimbulkan pemberontakan sehingga bukan sikap yang baik. Tegas itu
adalah punya pendirian atau tidak plin plan, dan intinya adalah memberikan win-win solution atau adil.
Balik lagi ke revolusi
mental yang dicetuskan Pak Jokowi, hal ini berarti bahwa proses pembentukan
sebuah keluarga di Indonesia masih belum baik. Ya, menurut saya menikah
bukanlah soal cinta atau untuk tujuan menghindari hawa nafsu. Menikah adalah
soal persiapan dan tanggung jawab. Kalau mau revolusi mental, perbaikilah
sistem pernikahan Indonesia. salah satunya yang saya pikirkan adalah Pendidikan
Pra-Nikah untuk calon pasangan keluarga. Persiapan atau tanggung jawab
dalam bahtera rumah tangga bukan hanya sebatas mempertahankan keluarga dan
membesarkan anak. Seorang pasangan perlu diberi pengetahuan misalnya dari
pengelolaan keuangan, kesehatan rumah tangga, psikologi rumah tangga, akidah
berumah tangga, hingga pendidikan calon istri yang seharusnya bisa melayani
keluarga minimal bisa memasak haha. Menikah itu memang perlu banyak
pertimbangan, bukan hanya soal cinta atau hawa nafsu. Atau bahkan menikah karena ikut-ikutan karena yang lain sudah menikah. Build family is defferent with build loves. Bahkan jaman sekarang
sebagai orang tua yang ingin menikahkan anaknya, pertimbangan utama kepada
calon menantunya adalah harta. Coba saja yang ditanya pasti “Pekerjaan kamu
apa? Kamu bisa menghidupi anak saya?” haha. Jujur, kalau saya jadi ayah yang
anaknya sedang dilamar, saya tidak akan bertanya demikian. Saya akan bertanya dari
hal kecil seperti “Apa niat shalat fardhu; berapa kali khatam Al-Quran; Jumlah
ayat, surat, dan juz Al-Qur’an; dll.” Saya percaya bahwa berumah tangga adalah
sebuah pendidikan dan sebuah pengalaman yang berasal dari ilmu. Dan ilmu dasar
yang pertama kali diajarkan kepada seseorang adalah ilmu agama. Kalau ilmu yang
paling dasar saja gak bisa, apalagi ilmu yang diperlukan dalam membangun rumah
tangga. Berumah tangga bukanlah sebuah perkara tentang uang dan harta, tapi
sebuah anugerah yang harus diridhai oleh Tuhan agar memperoleh berkah.
Haha posting kali ini
memang seperti kutu loncat, dari membahas luxury
brand, desainer, sosok ayah, keluarga, hingga tentang pernikahan. Apapun yang
dibahas, saya menghargai pendapat Anda jika ada perbedaan pendapat. Tuhan itu
satu, Manusia yang berbeda. Maka dari itu perbedaan harus dihargai supaya
menjadi indah.
Category Family, Motivation, Thought
Powered by Blogger.